July memarkirkan mobilnya di sebuah kedai kopi
yang biasa ia singgahi sehabis pulang kerja. Dulu Martin yang mengenalkannya
pada kedai itu. Martin memang pecinta kopi. Ia ingat sekali ketika dirinya,
Banyu dan Riana pertama kali kesini. Saat kedai ini menjadi saksi awal
kedekatannya gengan pria itu. Ketika Martin mulai memanggilnya dengan sebutan
sayang. July juga akan mendatangi tempat ini ketika ia merindukan pria yang
masih ia cintai itu. Juga masih lekat di ingatannya ketika ia memergoki Martin
berkencan dengan seorang wanita disini. Saat itu ia baru pulang dari kantornya.
Ia sengaja mampir ke kedai tersebut untuk sekedar makan malam. Tapi nafsu
makannya hancur sudah ketika
Martin bercanda begitu lepas dengan wanita itu. Langsung kembali ke mobilnya dan melaju kencang menuju rumahnya. Emosinya tak dapat ia kendalikan lagi. Ia langsung memutuskan Martin lewat pesan singkat. Tak setimpal memang dengan semua yang telah mereka berdua lalui selama 2tahun terakhir. Saat itu Martin mencoba memberi penjelasan, tapi seprrti wanita pada umumnya July tak au mendengarnya. Ia cukup terpukul dengan kejadian itu. Butuh waktu bertahun tahun baginya untuk melupakan Martin. Tak lama setelh mereka putus itu, Martin berpamitan untuk pergi ke Kanada untuk meneruskan studynya. July tak peduli.
Martin bercanda begitu lepas dengan wanita itu. Langsung kembali ke mobilnya dan melaju kencang menuju rumahnya. Emosinya tak dapat ia kendalikan lagi. Ia langsung memutuskan Martin lewat pesan singkat. Tak setimpal memang dengan semua yang telah mereka berdua lalui selama 2tahun terakhir. Saat itu Martin mencoba memberi penjelasan, tapi seprrti wanita pada umumnya July tak au mendengarnya. Ia cukup terpukul dengan kejadian itu. Butuh waktu bertahun tahun baginya untuk melupakan Martin. Tak lama setelh mereka putus itu, Martin berpamitan untuk pergi ke Kanada untuk meneruskan studynya. July tak peduli.
"Peduli apa dia pake pamitan sama gue, Ri.
Gue nggak peduli jug dia mau prrgi kek, mau jungkir balik kek. Itu bukan urusan
gue juga, kan." Ujar July pada Riana yang berada diujung sana.
"Kalo gitu, berarti dia masih inget sama lo,
Jul. Dia mau lo tau tentang dia. Tandanya di masih cinta sama lo." Ceramah
Riana.
"Cih, cinta apaan. Ga guna."
"July..,July. Lo tuh selalu gitu kalo gue
bilangin. Udah ah. Gue mau fitting baju dulu sama Banyu." telepon itu
ditutup oleh Riana.
Ia akan segera menikah dengan Banyu. Padahal dulu
rencananya July akan terlebih dahulu menikah. Tapi sekarang pria yang akan
mengikat janji sehidup semati dengannya itu sudah mengkhianatinya.
***
"Tin, awal bulan depan gue mau nikah. Lo dateng
dong?" undang Riana pada saat mengobrol dengan Martin via Skype.
"Awal bulan depan? 2 minggu lagi dong. Sama
siapa Ri?" Martin balik bertanya.
"Ya sama Banyu laah. Lo harus dateng
ya!" ujarnya.
"aduh,kayaknya nggak bisa deh Ri. Gue nggak
bisa pulang. Gue lg sibuk2nya ngurusin ujian." jelas Martin.
"Yaah, lo nggak mau liat sahabat lo ini
bahagia?" Bujuk riana sedikit memelas.
"Abis ujian ini gue bakal lama pulang ke
Indonesia. Lo tunda aja pernikahannya 2bulan lg. Nanti gue bakal dateng. Hahhaa"
"Lu mau gue dimakan sama Banyu kali ya. Lo baru
pulang 2bulan lagi? Ntar July keburu dilamar orang loh." goda Riana
"lo jagain dia buat gue dong. Dia nggak lagi
deket sama cowok kan, Ri?" Martin khawatir.
"kayaknya dia masih nutup hatinya deh,Tin.
Lo sih pake coba2 selingkuhin seorang July."
"waktu itu kan gue
khilaf, Ri." ----
***
July mulai dekat dengan Zidan. Seorang direktur
muda yang bekerjasama dengan perusahaan tempatnya bekerja. Pria itu baik, ia
romantis, sangat menghargai kehadirannya. July mulai nyaman dengannya. Mereka
sudah dekat sejak sebulan lalu.
Seperti biasanya, setiap malam minggu mereka pergi berdua. Malam minggu kali itu Zidan mengajak July ke acara ulang Tahun temannya. Saat semua orang sedang menikmati malam itu, Zidan menggapai mikrofon,
Seperti biasanya, setiap malam minggu mereka pergi berdua. Malam minggu kali itu Zidan mengajak July ke acara ulang Tahun temannya. Saat semua orang sedang menikmati malam itu, Zidan menggapai mikrofon,
"Guys, minta perhatiannya bentar dong."
Seluruh tamu di ruangan itu memusatkan
perhatiannya pada Zidan. Begitu juga July.
"Ehhem.. Malam ini gue mau nyampein sesuatu
buat seorang cewek yang duduk disana. Namanya July." Ujarnya sambil
menunjuk kearah July. "Dia cewek yang berhasil buat gue insomnia beberapa
minggu ini."
Pipi July memerah. Ia tak tahu harus bagaimana. Zidan mendekat ke kursinya.
Pipi July memerah. Ia tak tahu harus bagaimana. Zidan mendekat ke kursinya.
"July, aku sayang sama kamu! Please be my
lady." ujar Zidan sambil mengeggam tangan July.
July speechless. Mulutnya seakan terkunci dengan
tindakan Zidan. Tanpa sadar ia mengangguk. Pipinya makin merah. Malu,bahagia,
ingin melayang. Perasaan itu bercampur dihatinya. Ia terdiam dalam pelukan
Zidan. Tiba-tiba bayangan Martin melintas di benaknya. Membuat ia membalas
pelukan hangat Zidan. Dalam pelukan itu Zidan berbisik "kamu cinta
pertamaku, loh." July tersenyum mendengarnya. Ia berusaha meyakinkan
hatinya pada Zidan walaupun jauh dalam lubuk hatinya ia masih mencintai Martin.
to be continued :)
Comments
Post a Comment