Skip to main content

Posts

Seperti Bu Tejo: Semakin Banyak Tahu, Semakin Sering Suudzon

Judul yang gue tulis di atas sepertinya sudah cukup tepat menjadi konklusi tulisan singkat ini. Setidaknya, begitulah yang ada di pikiran gue. Semakin banyak hal yang gue tahu, makin besar pula timbulnya prasangka akan sesuatu. Entah itu prasangka baik, atau sebaliknya. Memiliki pengetahuan yang luas tentu menjadi dambaan banyak orang, termasuk gue sendiri. Gue selalu mengidam-idamkan menjadi seorang ensiklopedia berjalan. Bayangin aja, betapa asiknya jika bisa menjawab apapun pertanyaan yang orang lempar ke elo. Tanpa banyak ba-bi-bu, otak lo langsung bekerja dan dalam waktu seper sekian detik mulut lo langsung mengutarakannya. Asik banget, 'kan? Tapi kadang mengetahui banyak hal di dunia ini juga bisa jadi bumerang ke diri sendiri. Nggak jarang hal itu memengaruhi pemikiran dan menimbulkan penyakit hati bernama suudzon. Loh, kok gitu? Mari kita refleksikan dengan tokoh yang sedang viral akhir-akhir ini: Bu Tejo. Lihat saja, Bu Tejo diam-diam mengetahui banyak informasi tentang Di
Recent posts

Juni Tak Pernah Berharap Hujan Datang

Juni tak pernah perhatian tentang teduh yang menyelimuti matamu Ia hanya peduli dengan ujian akhir-nya yang menguras tenaga Bahkan bila kau meneleponnya saat lewat tengah malam, masih didengarnya Juni tak pernah mau tahu tentang siapa yang menggenggam tanganmu tadi malam Sekalipun kau datang dan menangis, takkan ia berpaling walau sepersekian detik Ia terus bersandar pada kursi Juni selalu ingin rindunya segera musnah Tak peduli seberapa kuat kau bertahan hingga jera Ia tak pernah menganggapmu ada Meski jam leleah berputar temanimu menunggunya Juni tak kan pernah sadar kau duduk disampingnya Ia hanya akan menantap ke luar jendela yang basah Juni tak pernah berharap hujan datang padanya

Titip Doaku, Bil

Hai, Bil. Bagaimana kabarmu sekarang? Baik kah? Buruk kah? Aku ikut berduka atas apa yang terjadi. Aku tak bisa datang, akhir-akhir ini bos ku begitu kejam. Aku lembur hampir setiap hari. Bil, jangan bersedih, aku tahu rasanya seberapa sakitnya sebuah kehilangan. Aku juga pernah mengalaminya. Kau tahu itu, tentu saja. Jangan berhenti, Bil. Teruslah berjalan, hingga tak kau rasakan lagi bagaimana lelahnya, hingga tak kau sadari bagaimana peluhmu mengering kusami wajahmu , atau bahkan tak kau kenal lagi cara menangis. Itulah caraku menghilangkan rasa kehilangan yang kualami. Aku hanya berbagi. Cobalah jalani. Jangan berhenti. Jika kau lelah, ingat, kau tak punya banyak waktu untuk perjalanan panjang ini. Ohya, bagaimana kabar ayah dan ibu?sudah lama sekali aku tak mencicipi masakan ibu, aku hampir saja lupa rasanya. Kau bisa hitung berapa lama aku tak menginjak rumah itu lagi. Tapi tenag, aku telah menyimpannya, untuk berjaga-jaga jika saja aku lupa. Bagamiana dengan ayah? Kudenga

Sajak Sebelum Tidur

Bli, aku mengantuk Bli, aku mengantuk tapi aku belum mau tidur Bli, aku mengantuk tapi aku belum mau tidur sebab masih memikirkanmu memikirkanmu mengalahkan rasa kantukku menunda mimpi-mimpi yang mengantre Bli, aku merindukanmu Bli, aku merindukanmu tapi aku ragu Bli, aku merindukanmu tapi aku ragu kau tak balas rinduku karena aku tak pernah merasa dirindukan Malah sering diabaikan Sulit, sulit Bli Sulit menjadi aku Suliy menjadi aku, sang penyabar perihal tunggu-menunggu Aku sulit menjadi aku Sehingga aku selalu ingin menjadi siapapun yang kau mau Bli, aku mengantuk Bli, aku mengantuk dan ingin tidur Bli, aku mengantuk dan ingin tidur tapi benakku masih khawatir atas engkau dan perasaanku

Bli ...,

Pagi ini aku bangun dengan rasa sesak yang parah di dada. Seperti terlalu banyak lemak dibalik baju sempit. Aku bangun dengan detak jantung yang entah seberapa cepatnya. Aku tak bermimpi apapun, yang pasti saat aku bangun yang terlintas adalah kamu, Bli. Jangan tanya alasan apapun padaku. Aku takkan bisa jawab. Seharian ini pikiranku dihantui oleh apapun tentangmu. Semua memori yang dulu sempat mengendap dan padat, hari ini seakan perlahan menguap kembali. Mungkin ini rindu. Beginikah rasanya merindukanmu, Bli? Aku tak bisa langsung menyimpulkan sendiri. Aku ingin cerita dengan mbak Ratna, tapi ia sedang sibuk sekali. Ia dan EO miliknya sedang menyiapkan sebuah acara yang cukup besar. Aku tak tega menyita waktu istirahatnya. Bli, jika benar ini adalah rasa rindu, maka aku harap hanya sebentar saja. Jangan terlalu lama. Menahannya satu hari saja setengah mati rasanya, apalagi berminggu-minggu seperti saat kita memutuskan untuk tidak lagi saling berharap ―dan memberi harapan antar s

Sapardi Tak Mendegarku

"tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni" begitu kata Sapardi Sapardi tak tahu setabah apa diriku. berdiri diatas benang bergoyang. ditambah harus ikhlas ditinggalkan―olehmu Ia tak lihat seberapa hapir gilanya aku yang tiap hari menangis diatas peti-mu Sekalipun jasadmu tak menghuninya "dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu" Aku melakukan hal yang sama Kini rinduku menjadi pedang bagiku sendiri Mungkin sebentar lagi akan memenggal kepala tuannya "tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu" Sapardi, hujan bulan juni-ku tak seindah larik sajakmu Suram, seperti yang dikatakan orang-orang di hadapanku Menggerus senyum "tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu "  kalimatku hanya terpenjara di tenggorokan Aku hampir mati melumat kalimatmu, mungkin aku akan b

Maaf: Balasan Untuk Dygta

Cerita Sebelumnya:  Pertanyaan Untuk Fa Kabarku baik, Dygta. Aku juga selalu berharap kau baik-baik saja. Tidak, sekarang aku kembali tinggal di Jogja. Waktu itu aku hanya berlibur disana. Maaf, Dygta. Aku tahu itu hal yang salah. Pergi diam-diam darimu. Sebenarnya juga berusaha pergi diam-diam dari hatimu. Maaf. Ada alasan yang sangat ingin kuberitahu padamu waktu itu. Kau terlalu sayang padaku. Kau sudah terlalu banyak berkorban untukku. Aku takut tak bisa membalas semua yang kau beri.