Skip to main content

Memperbarui Hati


            Aku selalu antusias dengan lembaran baru. Dimana ada sebuah ketas kosong yang pucat. Aku ingin menghiasnya dengan tinta dan cerita. Aku ingin tulisan itu memiliki warna dan cerita sendiri: tentang dirimu. Ya, kau yang telah lama membuatku jatuh cinta. Aku sudah lama menantimu. Menunggu kau datang dengan ikhlas dan dengan sendirinya tanpa perlu kurayu, tak harus kupaksa dan terselimut aura dengan aroma cinta, lalu mengulurkan tanganmu dihadapanku, membuatku kaget, dan mengatakan bahwa kau mencintaiku. Hal yang lama kunanti. Entah kapan itu akan terjadi, Rama. Aku masih bisa menunggumu untuk beberapa lama. Oh iya, aku ingin minta sesuatu padamu. Jangan datang saat aku mencoba keluar dari zona nyamanku yang satu ini, ya. Aku ingin mencari rasa yang baru, walaupun tak bersamamu. Atau mungkin yang lebih pantas disebut “saat aku mulai bosan menantimu”. Kau sudah lama dengan Liza, bukan? Aku sangat menunggu waktu saat kalian berdua saling meninggalkan atau salah satu dari kalian melakukannya. Tapi sepertinya semakin kutunggu, semakin sulit terjadi.
Saat ini Adam sedang mendekatiku. Aku ingin mencicipi rasa bahagia yang ia tawarkan. Tentu saja kau tak peduli. Liza menyita perhatianmu. Kurasa ada baiknya kucoba. Baiklah, untuk sementara waktu, duduklah di bagian hatiku yang paling sudut. Beri banyak ruang untuk Adam. Sebelumnya, tak apa kan aku lakukan itu? Ya, tentu saja tidak. Tak ada yang dapat memancing cemburumu kecuali Liza.
***
Hai Adam. Terima kasih telah bersedia menghiburku. Menyapaku disaat aku butuh latihan senyum dan bicara seperti sekarang. Maaf buatmu menunggu lama. Oh iya, coba kau cek hatiku. Sudah banyak ruang kosong kah? Jika iya, isilah dengan ketulusan seperti yang kau tawarkan waktu itu. Ruang itu memang sengaja kusiapkan untukmu. Rama kuminta duduk di sudut. Ia tak akan mengganggumu.
***
Sudah lama aku ingin mampir kesana. Tapi aku takut tamu hatimu belum pulang juga. Makanya aku memutuskan untuk karantina terlebih dahulu. Hahaha… maksudku karantina untuk dapat menaklukkanmu. Terima kasih telah menyediakan tempat untuk cintaku yang terlantar ini. Aku merasa istimewa, dan kau― tentu saja kaulah yang lebih dari itu. Perlu kau ketahui: aku mencintaimu lebih dari yang dilakukan Rama dulu. Yah, mungkin belum bisa mengalahkan cintamu padanya, tapi perlahan-lahan aku akan menyingkirkannya. Aku janji, tak akan buat kau menunggu. Aku akan datang tanpa kau minta, saat kau butuh. Karena ku tahu kau masih tak mampu datang mengadu menghampiriku. Tenang saja, aku mengerti posisimu. Nanti kau akan tahu bagimana cara membuatku bahagia. Tersenyumlah.
Jangan lupa beritahu Rama; kau bisa bahagia tanpa dia. Kau perempuan istimewa. Bahkan bagiku lebih dari itu. Percayalah, Adam tak pernah menyia-nyiakan Hawa-nya dan kau tahu? Hawa-ku adalah dirimu.
***
Adam membuatku sadar akan waktu yang telah kubuang untuk menunggu cintamu dan Liza retak. Adam membawaku keluar dari zona nyamanku dulu menuju ke waktu yang lebih berkualitas bersamanya. Zona yang lebih nyaman dari sekedar menunggu. 
Terima kasih Adam, karena telah membawaku terbang. Kau harus tahu, kini cintaku dan cintamu berimbang. Terima kasih Rama, telah mengajarkanku tentang arti besar mencintai, terima kasih sudah tidak datang saat Adam menjemputku. Kurasa kau tak boleh hanya duduk di sudut hatiku lagi. Tapi pergilah, jangan bertamu lagi.

Comments

Popular posts from this blog

Sapardi Tak Mendegarku

"tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni" begitu kata Sapardi Sapardi tak tahu setabah apa diriku. berdiri diatas benang bergoyang. ditambah harus ikhlas ditinggalkan―olehmu Ia tak lihat seberapa hapir gilanya aku yang tiap hari menangis diatas peti-mu Sekalipun jasadmu tak menghuninya "dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu" Aku melakukan hal yang sama Kini rinduku menjadi pedang bagiku sendiri Mungkin sebentar lagi akan memenggal kepala tuannya "tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu" Sapardi, hujan bulan juni-ku tak seindah larik sajakmu Suram, seperti yang dikatakan orang-orang di hadapanku Menggerus senyum "tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu "  kalimatku hanya terpenjara di tenggorokan Aku hampir mati melumat kalimatmu, mungkin aku akan b...

Maaf: Balasan Untuk Dygta

Cerita Sebelumnya:  Pertanyaan Untuk Fa Kabarku baik, Dygta. Aku juga selalu berharap kau baik-baik saja. Tidak, sekarang aku kembali tinggal di Jogja. Waktu itu aku hanya berlibur disana. Maaf, Dygta. Aku tahu itu hal yang salah. Pergi diam-diam darimu. Sebenarnya juga berusaha pergi diam-diam dari hatimu. Maaf. Ada alasan yang sangat ingin kuberitahu padamu waktu itu. Kau terlalu sayang padaku. Kau sudah terlalu banyak berkorban untukku. Aku takut tak bisa membalas semua yang kau beri.

Akhir Aku

aku tergolek di pulau kapuk tak berdaya menunggu maut ku beliakkan biji mataku menatap kiri-kanan kosong melompong diatas ku tengok israil melebarkan senyumnya makin dekat .. makin kuat .. makin menjerat .. hingga uratpun ikut terasa serayanya aku berdendang laa ilaa ha ilallah laa ilaa ha ilallah laa ilaa ha ilallah Aku dijemput