Skip to main content

Sapardi Tak Mendegarku

"tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni" begitu kata Sapardi
Sapardi tak tahu setabah apa diriku. berdiri diatas benang bergoyang. ditambah harus ikhlas ditinggalkan―olehmu
Ia tak lihat seberapa hapir gilanya aku yang tiap hari menangis diatas peti-mu
Sekalipun jasadmu tak menghuninya

"dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu"
Aku melakukan hal yang sama
Kini rinduku menjadi pedang bagiku sendiri
Mungkin sebentar lagi akan memenggal kepala tuannya

"tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu"
Sapardi, hujan bulan juni-ku tak seindah larik sajakmu
Suram, seperti yang dikatakan orang-orang di hadapanku
Menggerus senyum

"tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu " 
kalimatku hanya terpenjara di tenggorokan

Aku hampir mati melumat kalimatmu, mungkin aku akan benar-benar mati setelah menelan kalimatku sendiri, Sapardi.

Sejauh ini, aku masih sial,
Sapardi tak mendengarku.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Maaf: Balasan Untuk Dygta

Cerita Sebelumnya:  Pertanyaan Untuk Fa Kabarku baik, Dygta. Aku juga selalu berharap kau baik-baik saja. Tidak, sekarang aku kembali tinggal di Jogja. Waktu itu aku hanya berlibur disana. Maaf, Dygta. Aku tahu itu hal yang salah. Pergi diam-diam darimu. Sebenarnya juga berusaha pergi diam-diam dari hatimu. Maaf. Ada alasan yang sangat ingin kuberitahu padamu waktu itu. Kau terlalu sayang padaku. Kau sudah terlalu banyak berkorban untukku. Aku takut tak bisa membalas semua yang kau beri.

Akhir Aku

aku tergolek di pulau kapuk tak berdaya menunggu maut ku beliakkan biji mataku menatap kiri-kanan kosong melompong diatas ku tengok israil melebarkan senyumnya makin dekat .. makin kuat .. makin menjerat .. hingga uratpun ikut terasa serayanya aku berdendang laa ilaa ha ilallah laa ilaa ha ilallah laa ilaa ha ilallah Aku dijemput