Skip to main content

Seperti Bu Tejo: Semakin Banyak Tahu, Semakin Sering Suudzon

Judul yang gue tulis di atas sepertinya sudah cukup tepat menjadi konklusi tulisan singkat ini. Setidaknya, begitulah yang ada di pikiran gue.

Semakin banyak hal yang gue tahu, makin besar pula timbulnya prasangka akan sesuatu. Entah itu prasangka baik, atau sebaliknya.

Memiliki pengetahuan yang luas tentu menjadi dambaan banyak orang, termasuk gue sendiri. Gue selalu mengidam-idamkan menjadi seorang ensiklopedia berjalan. Bayangin aja, betapa asiknya jika bisa menjawab apapun pertanyaan yang orang lempar ke elo. Tanpa banyak ba-bi-bu, otak lo langsung bekerja dan dalam waktu seper sekian detik mulut lo langsung mengutarakannya. Asik banget, 'kan?

Tapi kadang mengetahui banyak hal di dunia ini juga bisa jadi bumerang ke diri sendiri. Nggak jarang hal itu memengaruhi pemikiran dan menimbulkan penyakit hati bernama suudzon.

Loh, kok gitu?

Mari kita refleksikan dengan tokoh yang sedang viral akhir-akhir ini: Bu Tejo.


Lihat saja, Bu Tejo diam-diam mengetahui banyak informasi tentang Dian si gadis desa yang menjadi buah bibir warga.

Siapa yang tidak setuju bahwa Bu Tejo bisa dibilang jadi informan nomor wahid dalam percakapan ibu-ibu di atas bak truk Gotrex saat perjalanan menilik (menjenguk-red) bu Lurah.

Bu Tejo dengan cas cis cus menceritakan hal-hal yang menjadi keseharian Dian. Entah itu valid atau tidak. Intinya, dalam sekilas penonton langsung bisa menyimpulkan seolah-olah Bu Tejo-lah yang paling pakar soal hidup Dian.

Salan satunya adalah line di mana Bu Tejo mengaku pernah diceritakan ada yang pernah melihat Dian muntah-muntah di pinggir jalan pada malam hari. Di samping itu, ada pula cerita yang mengatakan Dian nge-mall bareng om om.

Banyaknya info tentang Dian yang diketahui Bu Tejo juga membuat ia dengan mudah menarik konklusi kasar. Kesimpulan tersebut ujung-ujungnya menjadi prasangka buruk yang sayangnya ikut ditularkan ke ibu-ibu lain.


Coba lihat contoh lain deh!

Kebakaran gedung Mahkamah Agung, yang terjadi pada Sabtu,22 Agustus 2020 lalu, misalnya. Peristiwa tersebut menimbulkan banyak spekulasi. Banyak banget yang mengaitkan kejadian itu dengan kasus kriminal yang sedang ditangani negara saat ini.

Ya, maksudnya kasus korupsi Bank Bali dengan tersangka bernama Djoko Tjandra. Seorang jaksa bernama Pinangki Sirna Malasari ikut menjadi sorotan karena diduga menjadi salah satu pemberi akses bagi Djoko Tjandra yang sudah buron sejak 2009.

Jaksa Pinangki diduga ikut ambil peran dalam memuluskan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Djoko Tjandra pada 8 Juni 2020. Padahal, saat itu statusnya masih buron.

Pinangki juga dikabarkan sempat bertemu dengan Djoko Tjandra di Malaysia. Selain itu, dia juga diketahui menerima uang sebesar USD 500.000 atau setara Rp 7,4 miliar.

Pada peristiwa kebakaran gedung Kejaksaan Agung, ruangan Jaksa Pinangki ikut dilahap api. Sejumlah dokumen (yang mungkin) penting tentu saja otomatis lenyap jadi abu seperti kena sihir jentikan jari Thanos. Boom hilang!


Apakah kebakaran gedung Kejaksaan Agung ada hubungannya dengan kasus Djoko Tjandra? 

Apakah cerita Dian muntah-muntah ada hubungannya dengan jalan bareng om-om di mall?

Hayoo, jadi suudzon 'kan?

Comments

Popular posts from this blog

Sapardi Tak Mendegarku

"tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni" begitu kata Sapardi Sapardi tak tahu setabah apa diriku. berdiri diatas benang bergoyang. ditambah harus ikhlas ditinggalkan―olehmu Ia tak lihat seberapa hapir gilanya aku yang tiap hari menangis diatas peti-mu Sekalipun jasadmu tak menghuninya "dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu" Aku melakukan hal yang sama Kini rinduku menjadi pedang bagiku sendiri Mungkin sebentar lagi akan memenggal kepala tuannya "tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu" Sapardi, hujan bulan juni-ku tak seindah larik sajakmu Suram, seperti yang dikatakan orang-orang di hadapanku Menggerus senyum "tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu "  kalimatku hanya terpenjara di tenggorokan Aku hampir mati melumat kalimatmu, mungkin aku akan b...

Maaf: Balasan Untuk Dygta

Cerita Sebelumnya:  Pertanyaan Untuk Fa Kabarku baik, Dygta. Aku juga selalu berharap kau baik-baik saja. Tidak, sekarang aku kembali tinggal di Jogja. Waktu itu aku hanya berlibur disana. Maaf, Dygta. Aku tahu itu hal yang salah. Pergi diam-diam darimu. Sebenarnya juga berusaha pergi diam-diam dari hatimu. Maaf. Ada alasan yang sangat ingin kuberitahu padamu waktu itu. Kau terlalu sayang padaku. Kau sudah terlalu banyak berkorban untukku. Aku takut tak bisa membalas semua yang kau beri.

Akhir Aku

aku tergolek di pulau kapuk tak berdaya menunggu maut ku beliakkan biji mataku menatap kiri-kanan kosong melompong diatas ku tengok israil melebarkan senyumnya makin dekat .. makin kuat .. makin menjerat .. hingga uratpun ikut terasa serayanya aku berdendang laa ilaa ha ilallah laa ilaa ha ilallah laa ilaa ha ilallah Aku dijemput