Skip to main content

Hai Sandra: Curhatan untuk Tami

Cerita Sebelumnya: Hai, Sandra : Kita Sahabat Selamanya

Aku menulis sebuah draft email yang belum akan kukirim pada Tami. aku ingin mengirimnya, tapi aku takut sama seperti email-email sebelumnya. tak ada balasan. ya, aku sudah berkali-kali mengirim email padanya, tapi tak pernah kudapat sebuah balasan. semenjak Tami bertolak, ia baru sekali membalas emailku. itupun butuh waktu 2 minggu bagiku menunggu balasan darinya. aku tak mengerti mengapa hal itu bisa terjadi. mungkin ia sedang sibuk disana, jadi ia tak sempat membalas emailku. aku hanya mencoba berpikir positif saja. aku mulai merangkai alfabet untuk Tami baca. banyak sekali pertanyaan yang ingin aku ajukan padanya: "seperti apa kabar? gimana disana? makanannya? orang-orang sana gimana? lu tinggal sama siapa aja? ada orang Indonesia juga?" dan satu pertanyaan penting yang selalu kutanyakan pada tami lewat kata-kata dalam hati, "kapan pulang?". aku juga ingin cerita banyak hal. mengenai sekolahku disini, teman-teman baru yang belum sempat ku kenalkan. huh -.-

"Tami, sepertinya sekarang aku tak lagi menyukai handcase . seperti yang kau ketahui, aku punya banyak koleksi benda itu. sekarang koleksiku sudah hampir satu rak buku yang ada disamping meja belajar. perasaanku merasa kosong. sama halnya seperti para handcase itu. sekarang aku tak lagi suka bermain di taman. karena tak ada lagi yang sering mengajakku bermin disana. teman-teman baruku lebih sering mengajakku hangout ke cafe atau sekedar nonton ke bioskop. aku menikmatinya, tapi aku rindu nonton DVD sambil makan pancake bersamamu. kadang-kadang ditemani tissue apabila kita menonton film dengan genre favoritmu: film-film romantis. aku ingat sekali ekspresi gregetan yang kau tunjukkan saat nonton film-film fantasi dan action koleksiku. oh ya, sekarang aku ikut les muay thai loh. dengan bantuan Athar, aku memohon dengan ayah, akhirnya aku diperbolehkan untuk belajar bela diri itu. apakah kau menanyakan nama yang kutulis itu? tanpa ditanya pun aku akan mengulas tentang orang itu, Tami. biarpun kita tak lagi bertatap muka, tetap tak ada yang ku rahasiakan darimu. Athar itu laki-laki yang belakangan ini dekat denganku. aku salut dengannya, ia berani sekali ngobrol dengan ayah, meminta aya mengizinkanku untuk ikut les muay thai itu. kak Zakky saja sering sekali tertunduk saat menghadapi ayah, aku tak tahu Athar pakai jurus apa untuk merayu ayah. walaupun sebenarnya ia bukan tipe laki-laki yang suka gombal -___- mamaku juga dengan mudahnya akrab dengan Athar. ya,ya,ya.. ia sering kerumah, mengajariku matematika, sesekali menjemputku untuk pergi latihan. ia memang bukan atlet bela diri seperti pria idaman yang sering ku-khayalkan. kebetulan pamannya yang menjadi guruku disana.
Tami, aku ingin cerita banyak denganmu mengenai Athar secara langsung. mengenalkanmu padanya, apakah ia akan menjadi pria yang baik untukku? sempatkan waktumu membaca emailku ini, ya. cepat pulang ke Indonesia. jangan buat aku bosan menghubungimu. aku sangat tak ingin hal itu terjadi.

with love,
Sandra "

aku membaca tulisan itu berkali-kali. ada ragu yang menggumpal dalam hatiku yang membuatku terhenti di beberapa kata, lalu aku khawatir Tami tak sempat membuka email yang satu ini. hingga akhirnya dengan perlawanan penuh aku menekan tombol send pada laman itu. setelahnya aku menenggelamkan wajahku pada bantal dan menangis tanpa suara. aku belum pernah merasakan diabaikan seorang pacar, tapi sepertinya diabaikan sahabat jauh lebih menyakitkan.

-end-

Comments

Popular posts from this blog

Sapardi Tak Mendegarku

"tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni" begitu kata Sapardi Sapardi tak tahu setabah apa diriku. berdiri diatas benang bergoyang. ditambah harus ikhlas ditinggalkan―olehmu Ia tak lihat seberapa hapir gilanya aku yang tiap hari menangis diatas peti-mu Sekalipun jasadmu tak menghuninya "dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu" Aku melakukan hal yang sama Kini rinduku menjadi pedang bagiku sendiri Mungkin sebentar lagi akan memenggal kepala tuannya "tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu" Sapardi, hujan bulan juni-ku tak seindah larik sajakmu Suram, seperti yang dikatakan orang-orang di hadapanku Menggerus senyum "tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu "  kalimatku hanya terpenjara di tenggorokan Aku hampir mati melumat kalimatmu, mungkin aku akan b...

Maaf: Balasan Untuk Dygta

Cerita Sebelumnya:  Pertanyaan Untuk Fa Kabarku baik, Dygta. Aku juga selalu berharap kau baik-baik saja. Tidak, sekarang aku kembali tinggal di Jogja. Waktu itu aku hanya berlibur disana. Maaf, Dygta. Aku tahu itu hal yang salah. Pergi diam-diam darimu. Sebenarnya juga berusaha pergi diam-diam dari hatimu. Maaf. Ada alasan yang sangat ingin kuberitahu padamu waktu itu. Kau terlalu sayang padaku. Kau sudah terlalu banyak berkorban untukku. Aku takut tak bisa membalas semua yang kau beri.

Akhir Aku

aku tergolek di pulau kapuk tak berdaya menunggu maut ku beliakkan biji mataku menatap kiri-kanan kosong melompong diatas ku tengok israil melebarkan senyumnya makin dekat .. makin kuat .. makin menjerat .. hingga uratpun ikut terasa serayanya aku berdendang laa ilaa ha ilallah laa ilaa ha ilallah laa ilaa ha ilallah Aku dijemput