Skip to main content

Pertanyaan Untuk Fa

Hai Fa, apa kabar? Dimana kau sekarang? Bagaimana rupamu sekarang? Kata Andra ia pernah melihatmu di sebuah kafe di Bandung baru-baru ini. Apakah kau tinggal disana? Seperti faktanya, dua tahun lalu kau pergi tanpa pesan. Menghilang begitu saja. Kau tak berpamitan dengan siapapun. Kau tahu seperti apa aku jadinya?

Uring-uringan tidak jelas seperti orang gila! Aku datang kerumahmu, kata tantemu kau pergi. Aku langsung panik, kutelepon ke ponselmu, tak ada jawaban. Terus aku hubungi hingga akhirny nomermu benar-benar tak bisa dihubungi. Aku makin panik.
Fa, kau tahu sendiri aku tak bisa tanpa kabar darimu, sekarang kau malah pergi diam-diam. Kau tak menganggapku? Siapa aku bagimu selama ini? Apa salahku, Fa? Apa aku kurang perhatian? Kurang peduli? Kurang cinta? Kurasa untuk tampang aku tak begitu minus.
Aku ingat sekali, sehari sebelum kepergianmu kita masih bertemu, kali itu kau mengajakku ke pantai. Setelah sebelumnya kita puas berkeliling toko buku dan makan es krim. Aku tak tahu dan benar-benar tak mengerti dengan semua caramu ini. Padahal saat di pantai kau masih bersandar di bahuku. Kita menyaksikan senja berganti malam. “Kamu nggak akan pergi kan, Dy?” tanyamu. Aku tak menjawab, aku hanya tersenyum dan mengusap kepalamu. Kau tahu bagaimana perasaanku saat itu? Sungguh bahagia sekali, Fa. Rasanya momen-momenku saat pertama kali jatuh cinta padamu kembali lagi saat itu.
Besoknya aku tak bisa menemuimu, karena harus menggantikan ibu menjaga toko. Malamnya aku masih meneleponmu, kita ngobrol sampai lewat tengah malam. Kemudian hari itu, kau seolah mati. Hariku hancur setelahnya. Aku kehilangan separuh hatiku.
Fa, kau adalah taman dengan bunga-bunga indah. Tiba-tiba taman itu hilang, aku coba mencari, tapi taman itu menjauh. Kemudian aku mencoba mencari taman lain yang sekiranya akan buatku nyaman seperti taman sebelumnya. Tamanku yang bernama Rufa, yang sering kusingkat menjadi Fa saja. Rasanya berbeda jauh, sayangku tak lagi maksimal.
Kabar dari Andra tak seutuhnya membuatku bahagia. Andra juga menjelaskan ‘sebuah tapi’. Kau bersama seorang lelaki.  Andra tak mengenalnya. Kelihatannya ia orang jawa.
Jelaskan, Fa. Siapa laki-laki itu? Apa dia punya posisi di hatimu? Kata Andra kalian terlihat begitu dekat, bahkan begitu mesra.
Biarpun tak melihatmu langsung, hatiku sakit mendengarnya. Perih. Mukaku langsung merah. Sungguh kau tega sekali, Fa. Kau sungguh ingin melupakanku?
Baiklah. Kini aku sedang sakit, maka kau suguhkan pil pahit yang harus kutelan.
Fa, meski aku pernah coba menggantikanmu, tapi aku benar-benar cinta padamu. Aku akan menjawab pertanyaanmu waktu itu, “ Iya, Fa. Aku akan tetap disini. Buat kamu”.

-DYGTA- 

Comments

Popular posts from this blog

Sapardi Tak Mendegarku

"tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni" begitu kata Sapardi Sapardi tak tahu setabah apa diriku. berdiri diatas benang bergoyang. ditambah harus ikhlas ditinggalkan―olehmu Ia tak lihat seberapa hapir gilanya aku yang tiap hari menangis diatas peti-mu Sekalipun jasadmu tak menghuninya "dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu" Aku melakukan hal yang sama Kini rinduku menjadi pedang bagiku sendiri Mungkin sebentar lagi akan memenggal kepala tuannya "tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu" Sapardi, hujan bulan juni-ku tak seindah larik sajakmu Suram, seperti yang dikatakan orang-orang di hadapanku Menggerus senyum "tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu "  kalimatku hanya terpenjara di tenggorokan Aku hampir mati melumat kalimatmu, mungkin aku akan b...

Maaf: Balasan Untuk Dygta

Cerita Sebelumnya:  Pertanyaan Untuk Fa Kabarku baik, Dygta. Aku juga selalu berharap kau baik-baik saja. Tidak, sekarang aku kembali tinggal di Jogja. Waktu itu aku hanya berlibur disana. Maaf, Dygta. Aku tahu itu hal yang salah. Pergi diam-diam darimu. Sebenarnya juga berusaha pergi diam-diam dari hatimu. Maaf. Ada alasan yang sangat ingin kuberitahu padamu waktu itu. Kau terlalu sayang padaku. Kau sudah terlalu banyak berkorban untukku. Aku takut tak bisa membalas semua yang kau beri.

Akhir Aku

aku tergolek di pulau kapuk tak berdaya menunggu maut ku beliakkan biji mataku menatap kiri-kanan kosong melompong diatas ku tengok israil melebarkan senyumnya makin dekat .. makin kuat .. makin menjerat .. hingga uratpun ikut terasa serayanya aku berdendang laa ilaa ha ilallah laa ilaa ha ilallah laa ilaa ha ilallah Aku dijemput